Pernikahan usia muda kian hari makin
marak terjadi di Kalimantan Barat. Khususnya di Kabupaten Sambas yang tercatat
sebagai salah satu penyumbang terbesar. Hal tersebut tampaknya kurang
diperhatikan oleh pemerintah setempat. Terbukti sejak beberapa tahun terakhir
angka usia pernikahan muda di kabupaten tersebut selalu mengalami peningkatan.
Masalah demikian patut dipikirkan lebih serius oleh pemerintah daerah maupun
setempat. Apakah itu prestasi bagi suatu daerah? Saya rasa bukan sama sekali. Saya
rasa pemerintah setempat cenderung abai, padahal masalahnya tepat di pelupuk
mata mereka. Sudah berapa pelajar yang terpaksa putus sekolah karena menikah di
usia muda, padahal usia muda merupakan usia terbaik untuk mengenyam pendidikan.
Belum lagi masalah-masalah perceraian. Pernikahan usia muda juga sangat
berpotensi menghasilkan perceraian dengan berbagai sebab, baik oleh ekonomi,
psikis, emosional maupun sosial yang belum siap menopang kehidupan keluarga. Pernikahan
usia muda yaitu pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 20 tahun pada
perempuan.
Agaknya terlalu lancang jika kita
mengatakan bahwa semua itu sepenuhnya kesalahan pelaku yang umurnya terbilang masih
sangat muda, yang mungkin belum terlalu berpikir panjang terhadap apa yang akan
terjadi ke depan dengan perbuatan itu. Seharusnya segala elemen masyarakat maupun pemerintahan
ikut bertanggung jawab atas terjadinya hal semacam itu, bukan acuh apalagi
menyalahkan pelaku. Tidak menutup kemungkinan esok atau lusa kejadian serupa
terjadi kepada keluarga kita, tetangga kita atau bahkan anak-anak kita sendiri.
Atau ada sebagian orang menyalahkan orang tua yang tak baik menjaga anaknya
sehingga petaka itu bisa terjadi. Sampai kapan masalah seperti ini lenyap jika
kita tidak bahu-membahu saling menjaga, saling peduli dan saling merasa
memiliki tanggungjawab penuh terhadap para remaja yang ada di sekitar kehidupan
kita.Baca Juga: Cerpen Kopi Pagi dan Cinta yang Hilang
Miris rasanya melihat begitu
banyaknya remaja-remaja yang ‘terpaksa’ menikah pada usia muda. Saya katakan
terpaksa karena sebagian besar pernikahan usia muda yang saya ketahui
disebabkan oleh kecelakan, terutama di daerah saya sendiri di Kabupaten Sambas.
Jika sudah demikian tentunya tak ada jalan lain selain menikah, walaupun
diketahui usia keduanya masih terbilang sangat muda. Masalah seperti ini harusnya
jadi perhatian khusus, tidak hanya oleh pemerintah, masyarakat juga harus
memiliki kesadaran penuh dan memikirkan solusi terbaik untuk meminimalisir
angka pernikahan usia muda, dimulai dari keluarga sendiri dan orang-orang
terdekat. Dan, salah satu faktor penyebab pernikahan usia muda disebabkan oleh
lingkungan/pergaulan bebas. Apalagi di Kabupaten Sambas sendiri masih sering
dilaksanakan hiburan-hiburan malam pada saat hari-hari besar seperti penikahan.
Tak salah memang menggelar acara pernikahan menggunakan musik hingga larut
malam, tetapi dampak negatif terhadap masyarakat sebaiknya juga jadi perhatian
khusus, terutama para remaja.
Faktor
lain yang menjadi sebab terjadinya perkawinan usia muda juga pernah diteliti
oleh Ayuning Aulia, Lidia Hastuti dan juga M. Taufik yang dilakukan di
Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas. Dalam penelitian tersebut ditarik
kesimpulan beberapa faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi faktor
terjadinya pernikahan usia muda yaitu: Pendidikan, Motivasi Melanjutkan
Pendidikan, Media Pornografi dan Pengetahuan Remaja Putri. Dalam penelitian
tersebut juga dijelaskan risiko meninggal saat hamil maupun bersalin. Pada umur
10-14 tahun berisiko lima kali lipat dibanding umur kelompok perempuan usia
20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat dibanding pada kelompok usia 15-19 tahun. Tentu banyak
sekali dampak negatif yang timbul akibat pernikahan usia muda.
Sudah
seharusnya remaja di Kabupaten Sambas diberi pemahaman ekstra terkait dampak
perkawinan muda. Pihak terkait seperti BPPKB Kabupaten Sambas, BKKBN Kalimantan
Barat maupun KUA di tiap-tiap kecamatan harus lebih gencar memberikan
sosialisasi pemahaman kepada remaja demi menekan angka pernikahan/perkawinan
muda di Kabupaten Sambas. Terobosan-terobosan mutakhir dari lembaga
pemerintahlah sebenarnya yang diharapkan masyarakat untuk menjamin keamanan
pada anak-anak mereka, keluarga mereka yang rentan mengalami hal serupa.Baca Juga: Cerpen Diguk-guk dan Ditipu
Dikutip
dari tribun Pontianak pada akhir tahun 2018 lalu Ria Norsan (Wagub) berharap
dengan adanya 'Genre Ceria' yang dilaksanakan di Kabupaten Sambas dapat menekan
angka pernikahan dini, sebab Sambas tertinggi di Kalimantan Barat. "Mudah-mudahan
juga kegiatan ini bisa memberikan kontribusi kepada Kabupaten Sambas.
Terutama kepada masyarakatnya akan peran dari keluarga berencana, yaitu dua
anak cukup," sambungnya. Saat dikonfirmasi mengenai bagaimana cara menurunkan
angka pernikahan dini di Kabupaten Sambas khususnya
dan Kalimantan Barat. Norsan mengatakan, saat ini pihaknya memberikan
penyuluhan dan sosialisasi mengenai larangan menikah dini. "Upaya kita
tadi salah satunya bagaimana kita memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang
jangan menikah dini terlebih dahulu. Lalu ada tiga salam Genre, yaitu tidak
menikah dini, tidak melakukan seks bebas, dan ketiga tidak menggunakan Napza.
Sehingga tiga ini mudah-mudahan remaja di Sambas akan
mampu menurun angka pernikahan dini," jelasnya. "Kita saling
berkoordinasi, saat ini dari provinsi ada, Kabupaten ada dan juga dari pusat
ada," tutupnya.
Seperti
yang kita ketahui bahwa usia minimal menikah juga sudah diatur dalam
Undang-Undang No 1 tahun 1974 yang baru saja direvisi dan disetujui oleh DPR
pada rapat paripurna tanggal 16/9/2019 yang lalu. Dalam revisi tersebut diatur usia
minimal menikah pada laki-laki maupun perempuan berumur 19 tahun. Sementara
dalam Undang-Undang yang lama usia minimal bagi perempuan minimal 16 tahun dan
laki-laki 19 tahun.
Terhadap
Undang-undang yang telah disahkan oleh DPR, Menteri Pemberdayaan Perempuan Yohana
Yambise mewakili presiden menyampaikan pandangan presiden terhadap revisi UU
tersebut yang intinya presiden sangat berterima kasih dan sangat mengapresiasi
anak bangsa karena telah menghasilkan terobosan progresif itu. Dengan demikian
kita tahu bahwa presiden dan DPR sepemikiran akan hal ini. Namun, bukan berarti dengan disetujuinya
Undang-Undang tersebut oleh DPR dan Presiden lantas serta-merta mengurangi
pernikahan usia muda di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sambas. Jika
tidak gencar mensosialisasikannya pada masyarakat rasanya UU itu hanya akan
jadi barang mahal yang tersembunyi dari permukaan, sebab dari banyaknya kasus
pernikahan usia muda rata-rata terjadi karena budu (Bunting Duluan).
Hal
utama yang mesti ditumbuhkan ialah kesadaran masyarakat pada dampak
pernikahan usia muda, baik dari segi kesehatan maupun dari segi lainnya.
Seperti yang diteliti oleh M. Taufik, dkk yang telah disebutkan di atas bahwa pendidikan
juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di
Kabupaten Sambas maka sudah seharusnya yang duduk di kursi paling tinggi sana
melaksanakan perintah konstitusi sebaik mungkin yaitu; CERDASKAN KEHIDUPAN
BANGSA!.Baca Juga: Cerpen Maulana dan Puisi-Puisinya
Reno dan Reni (Karya Hasna Nabila kelas 5) Pada suatu hari ada dua bersaudara kakak dan adik. Mereka adalah Reno dan Reni. Mereka berdua memiliki sifat yang berbeda. Reno suka bermain bola, ia tidak pernah tidak mengikuti permainan sepak bola. Sedangkan, Reni suka sekali mengikuti kegiatan perlombaan seni, juga sering menang perlombaan. Keesokan harinya Reno dan Reni ingin pergi ke sekolah. “Kak, ngape kau kan rupe daan nak sekolah,” Reni bertanya kepada kakanya. “Aku bukan indak nak sekolah. Badanku ase sakit laka’ maing bola semari ,” Kak Reno menjawab pertanyaan Reni. “Jadi, Kak Reno daan nak sekolah ke ?” Reni bertanya sekali lagi. “ Daan sekolah kalu aku ari itok , badanku sakit inyan ,” Reno menjawab lagi dengan menahan rasa sakit. “Oh, aog . Kalak aku padahkan dengan gurumu,” Reni ingin memberi tahu gurunya Reno karena Reno sedang sakit. Setelah pulang sekolah Reni melihat kakaknya Reno sedang bermain bola bersama temannya. Ternyata kak Reno seda...
0 Komentar