
Kekerasan Seksual Non Fisik Terhadap Perempuan
Maraknya pernikahan usia muda di Kabupaten Sambas tentu harus jadi perhatian khusus bagi kita. Namun, yang tak kalah penting dari pernikahan usia muda ialah kekerasan seksual terhadap perempuan dan usaha kita untuk mencegah terjadinya kasus tersebut yang secara tidak sadar kerap kita lakukan terhadap perempuan. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan juga kerap terjadi di Kabupaten Sambas, bahkan terbilang tinggi. Dikutip dari Tribun Pontianak bahwa kasus pencabulan terhadap perempuan pada tahun 2019 tercatat sebanyak empat puluh lima kasus. Tentu kasus tersebut masuk dalam kategori “kekerasan” seksual terhadap perempuan. Dan, pada pertengahan tahun 2020 (Januari sampai Juli) Kasatreskrim Polres Sambas AKP Prayitno mengatakan telah menangani dua puluh delapan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Jujur yang membuat saya terkejut dan baru saya ketahui baru-baru ini ialah; kekerasan seksual terhadap perempuan tak hanya berbentuk kekerasan secara fisik, pelecehan secara fisik dan lain-lain yang berdampak pada fisik perempuan sebagai korban. Setelah mengetahui bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan tak hanya dilihat dari fisik seperti di atas, saya sadar bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan hampir setiap hari ada di sekitar kita, bahkan tanpa sadar kita sendiri sering berperan sebagai pelaku kekerasan seksual. Setelah membaca beberapa referensi tentang kekerasan seksual terhadap perempuan yang menjabarkan beberapa bentuk kekerasan, saya berkesimpualan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan setiap saat terjadi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan ketika tulisan ini diketik tak menutup kemungkinan kasus kekerasan seksual itu tengah terjadi, dan banyak. Di pasar dan di kampus, di sekolah dan di rumah, di desa maupun di kota, kasus kekerasan seksual sering terjadi tanpa kita sadari.
Baca Juga: Cerpen di Bawah Pohon Beringin
Seperti yang saya temui tempo hari di jurnal
yang berjudul “Akar Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan.” Dalam jurnal
tersebut dijelaskan bahwa rentang pelecehan seksual sangat luas. Main mata,
komentar yang berkonotasi seks atau gender, siulan nakal, humor porno, cubitan,
colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau
isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming dan lain
sebagainya. Beberapa kegiatan yang disebutkan di atas termasuk bentuk kekerasan
seksual terhadap perempuan yang barangkali tak berdampak pada kerusakan fisik
dan tak disadari oleh laki-laki atau bahkan perempuan itu sendiri.
Dewasa
ini, kasus kekerasan seksual dimaknai sekadar jika terjadi kontak fisik
terhadap perempuan sebagai korban (dalam hal ini mengacu pada alat kelamin).
Sementara, kasus-kasus kekerasan seksual lainnya yang tak mengakibatkan
kerusakan atau kontak langsung pada fisik dianggap lumrah di masyarakat,
seperti ucapan-ucapan yang berkonotasi seks, siulan nakal, humor porno dan lain
sebagainya. Bahkan, tak menutup kemungkinan dalam praktik-praktik kebudayaan di
masyarakat banyak mengandung unsur-unsur kekerasan seksual terhadap perempuan.
Beberapa
masalah kekerasan seksual yang terpublish
saat ini rata-rata kekerasan seksual yang berdampak pada fisik korban. Padahal,
banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual non fisik terjadi di masyarakat
sehingga berdampak pada mental maupun psikologi korban. Pemahaman terhadap bentuk
kekerasan seksual fisik maupun non fisik mesti terus digaungkan dan
disosialisasikan kepada perempuan yang rentan menjadi korban. Tak hanya
perempuan, laki-laki juga mesti mengetahui batasan dan memahami bentuk-bentuk
kekerasan seksual fisik maupun non fisik secara baik. Penting bagi laki-laki
untuk mengetahui hal tersebut, agar apa yang biasa dianggap lelucon sehari-hari
(berbentuk kekerasan sekual non fisik) yang berdampak negatif pada mental
maupun psikologi perempuan tak terulang kembali. Baca Juga: Ya Tuhan Apakah Ini Takdir
Kabupaten
Sambas seperti yang kita ketahui adalah salah satu kabupaten dengan kasus
kekerasan seksual tertinggi di Kalimantan Barat. Kasus kekerasan seksual
tersebut tentu kasus-kasus yang berdampak pada kerusakan fisik, atau mungkin
mental maupun psikologi korban. Entah sudah berapa korban kekerasan seksual non
fisik yang terjadi jika kekerasan seksual secara fisik saja sebegitu banyak
jumlahnya. Dan, entah seberapa banyak jumlah korban kekerasan seksual non fisik
yang berdampak pada mental, psikologi hingga mengalami trauma yang sampai saat
ini pun tak kita ketahui. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap kekerasan seksual
baik fisik maupun non fisik perlu disosialisasikan secara serius, terutama di
Kabupaten Sambas yang menjadi kabupaten dengan prestasi kasus kekerasan seksual
tertinggi di Kalimantan Barat. Tertinggi? Iya tertinggi. Itu kata wakil ketua
KPPAD Kalbar, bukan kata saya.
Terhadap
kekerasan seksual non fisik memang belum ada payung hukum yang jelas. Apalagi
setelah ditariknya RUU PKS beberapa waktu lalu dari prolegnas prioritas 2020
dengan alasan rumit untuk dibahas membuat kekerasan seksual non fisik tak mempunyai
dasar hukum sampai saat ini. Tetapi, walau dengan kekosongan hukum bukan
berarti edukasi akan bentuk kekerasan seksual non fisik diabaikan begitu saja.
Kesadaran akan bentuk kekerasan seksual non fisik tak kalah penting dengan
kesadaran kekerasan seksual secara fisik, sebab sama-sama memiliki dampak buruk
terhadap korban, terutama perempuan. Ada atau tidaknya hukum kesadaran itu
penting ditanamkan!
Baca Juga: Nasib Tradisi Antar Ajong
Pontianak, 5 Sept 2020
Pict: www.medcom.id
1 Komentar
Saya ucapkan banyak trimakasih kepada penulis yg memberikan infomasi yang sangat menarik untuk jangka panjang. Saya menjadi paham akan masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat, Dan berupaya untuk memberi tahu sanak kluarga yang belum paham akan hal demikian yg telah di paparkan penulis.
BalasHapus