Puisi Cinta dan Kesedihan


Di Kotamu

Di Kotamu yang serba sibuk ini biasanya aku memesan secangkir kopi

menenggak pahit dan getir berulang-ulang kali

Setiap hari kusaksikan lanskap kehidupan

Mengerikan

Menggenaskan

 

Di bawah rambu-rambu merah

orang-orang melarat

merapat mengharap berkat

menengadah

bertingkah-polah

berkilah dan bersilat wajah


Pertunjukan

Demi pertunjukan

Kelaparan jadi lawakan

Kemelaratan jadi tertawaan

 

Kini, di kotamu

yang serba sibuk dan serbi suntuk

kuputuskan memesan sebuah sepi

menimbun sejuta benci

menyumpah serapah diri sendiri

memekik caci-maki

 

Di kotamu

Berulang kali

Berulang-ulang kali

Bersulang dengan sepi.

 

Pontianak, 7 Juli 2020

Edri Ed

Baca Juga: Puisi Edri Ed Pernah Kubayangkan

 

Di Pelupuk Matamu

di bawah pelupuk matamu yang ranum aku melihat ribuan kesedihan bersarang

ia tak pergi-pergi meski jutaan senyum telah kau sebar

ia tak pergi-pergi meski kau terlelap untuk terakhir kali

bahkan, ia tak pergi-pergi saat cacing-cacing tanah melahap

menghabiskannya

malam ke empat puluh kematianmu

aku melihat jutaan anak-anak menangis di tepi jalan

di perempatan dan di sudut-sudut kota mengusap mata

sembari bertekuk lutut pada dingin dan lapar

di bawah pelupuk mata mereka yang ranum

kutemukan lagi matamu yang dulu

lebih banyak

lebih getir

 

Edri Ed

Pontianak,22 Februari 2020

 Baca Juga: Puisi Edri Ed Ajari Aku

 

Peristiwa Telaga Tua

Dik, kita adalah telaga tua itu
penampung luka dan ingatan
kering

sekadar beriak sekejap senyap
Di sana nyawa-nyawa lenyap

Timbunan cerita dan peristiwa-peristiwa begitu rumit kita eja
Sebetulnya kita hanya perlu membongkar segalanya
memuntahkannya
tanpa prasangka-prasangka
tanpa lempar-lempar dosa

Kau juga tahu
di sana jiwa-jiwa pecinta binasa
beku di dalam ruang gelap gulita

Dik, kau lihat!
segala kesimpangsiuran sejarah kita
buram
meng-abu dari waktu ke waktu
memaksa kita meraba
Menerka-nerka asbabun nuzul petaka

Kita masih saja bertengkar
menyoal siapa yang benar
siapa yang salah
Siapa yang berjuang
siapa berang

Dik, kita adalah telaga tua itu
Suram
Menyedihkan


Edri Ed

Pontianak, 10 Oktober 2020

  

 

 

Sepasang Jalang

 

Jelang peristiwa itu
kita telah terlatih menjalang perasaan
Terlunta di jalan bercabang
bimbang

Pergi dan datang sekadar rutinitas
tanpa kesan
tanpa catatan
tanpa jejak dan tanpa pernyataan

Segala pertanyaan tak terutara sebab kita tak lagi memerlukan jawaban
Kita tak ingin berbasa-basi membentengi diri dengan kalimat-kalimat suci
Kita tak ingin lagi
Tak ingin LaGiLaGiLaGi
La
Gi

Detik merambat
menjangkau yang telah lewat
meninting langkah yang lelah
Memunggut sesal di lorong-lorong gelap kepalaku
lorong gelap
kepalamu

Jelang peristiwa itu
Kita telah mengetam sejengkal demi sejengkal ingatan
yang berserakan di jalanan
yang membuih di lautan
yang membekas di pasir basah
dan membeku di tubuh-tubuh waktu

Jelang peristiwa itu
kita adalah sepasang jalang yang kaku
bergelut di ruang dadaku
di ruang dadamu
di ruang kepalaku
di ruang kepalamu
di ruang-ruang rindu yang buntu

Baca Juga: Cerpen Kisah Cinta Seorang Pelacur


Edri Ed

Pontianak, 27 November 2020




Kau Lupa

Teduh matamu yang dulu telah lenyap di gelap ruang dadaku
Airmata telahpun kering kerontang
yang menafsir ingatan
yang meremukkan perasaan

Sunyi
senyap
telah menyelinap pada kita yang ganjil
Kita tak lagi saling percaya
lantaran kata sebatas bait-bait tak bermakna
tak berasa

"Kita di mana?" katamu
Tanpa suara
tanpa nada
atau memang mungkin tak pernah ada tanya

Kematian membawa kita pulang ke palung semesta yang rindu bercengkrama di ruang dan waktu yang berbeda

Kau lupa entah pura-pura lupa
kaulah dalangnya
Kau memakamkan di lubang yang sama
di peti yang sama
di perut bumi yang sama
di segala kesamaan yang membuat kita berada di jalan yang berbeda
di dada yang padam tak bersisa

Kau lupa
Entah pura-pura lupa


 Edri Ed

Pontianak, 6 Agustus 2020

Pict: Ig (hn.rosse)

Posting Komentar

0 Komentar